Ingin cepat sukses, memiliki mental yang lemah, attitude yang kurang baik, ditegur atau dimarahi sedikit langsung lesu, tidak suka bekerja keras merupakan beberapa strerotype negatif yang dimiliki terhadap generasi milenial di dalam dunia bisnis saat ini. Hmm memang benar ya?

Persepsi tadi rata-rata muncul dari generasi X atau Y yang lebih tua dan menempati posisi manajemen strategis dalam suatu perusahaan. Hal ini menandakan bahwa generation gap atau jarak antar generasi dalam kegiatan bisnis itu sangat besar. Pertanyaan nya adalah, jadi generation gap itu sebuah hambatan atau peluang?

Faktanya kini dalam suatu perusahaan ada 4 generasi yaitu generasi baby boomers yang lahir di rentang tahun 50an sampai pertengahan 60an, generasi X yang lahir dari akhir 60an hingga pertengahan 70an, generasi Y yang lahir dari awal tahun 80an – pertengahan 90an dan terakhir generasi milenial yang lahir dari akhir tahun 90an akhir sampai 2010.

Dan yang terjadi antara 3 generasi ini adalah ada jarak atau generation gap yang sering menyebabkan konflik, friksi, drama hingga perpecahan di dalam sebuah tim. Perbedaan mindset serta mental yang dimiliki menjadi salah satu faktor penyebabnya dan perbedaan tersebut mempengaruhi cara mereka ketika merespon atau bersikap yang ditunjukkan dalam menghadapi beragam masalah atau pekerjaan.

Sebagai contoh, ada cerita dari pengalaman timnas sepakbola Jerman di piala dunia 2018 di Russia lalu. Joachim Loew sang pelatih Jerman secara mengejutkan tidak memanggil pemain muda yang saat itu bermain sangat bagus yaitu Leroy Sane. Alasannya cukup mengejutkan yaitu karena sang pemain muda memiliki attitude yang jelek seperti tidak menghormati seniornya, tidak mau bekerja keras. Hal ini dianggap bertentangan dengan nilai-nilai yang dianut timnas sepakbola Jerman selama ini dan bisa memberikan dampak buruk bagi seluruh tim.

Namun yang terjadi sebaliknya, yaitu timnas Jerman malah secara mengejutkan gagal total dan langsung tersingkir pada babak grup. Ini merupakan salah satu contoh dampak dari generation gap yang menjadi hambatan. Namun apakah selamanya seperti ini? Well, tidak juga..

Generation Gap bisa kok jadi peluang…

Karena masalah tentang generation gap ini tidak hanya berasal dari generasi milenial saja, tapi juga dari generasi Y itu sendiri. Mereka memimpin generasi milenial seperti dulu mereka dipimpin oleh generasi X, yaitu dengan selalu memberikan arahan atau perintah.

Padahal yang harus dipahami adalah generasi milenial tidak menyukai perintah. Mereka lebih senang mengeksplor berbagai cara tersendiri dalam mengatasi berbagai masalah. Yang mereka butuhkan adalah dukungan, pengertian dan pengalaman dari pemimpin, bukan selalu memberikan arahan atau perintah dalam menjalankan tugas.

Bagaimanapun juga, generasi milenial (atau generasi Z yang akan segera datang) populasinya akan semakin banyak lho. Mereka memiliki bakat serta potensi yang luar biasa dahsyat. Dan suatu saat nanti mereka yang akan memegang tampuk estafet kepemimpinan dan menjadi faktor penentu masa depan suatu bisnis.

Jadi, generation gap bisa dijadikan peluang bila generasi X dan Y tidak menggunakan cara jadul dalam mengghadapi mereka. Dan jika mereka gagal, maka generation gap hanya akan menjadi hambatan semata.

Trimagnus sebagai perusahaan yang berusaha mendorong kehadiran transformasi digital di Indonesia memperhatikan ini sebagai peluang dan mulai menyesuaikan diri dengan generasi milenial. So, untuk generasi milenial jangan ragu untuk memaksimalkan potensi anda bersama kami.

Seiring perkembangan jaman, teknologi berkembang menjadi semakin canggih. Oleh karena itu tidak bisa selamanya mengandalkan cara jadul. Adaptasi dengan generasi milenial adalah satu-satunya cara untuk mengatasi hal ini. Dan jika anda kesulitan menerapkan hal ini, anda bisa konsultasikan ke kami.